File #1: Dengue Fever

Waspada demam berdarah via
Liputan6.com

Pasien: Mrs. N
Usia: 58 tahun
Diagnosa Akhir: Dengue Fever dan Hiponatremia

Di hari International Women’s Day yang diperingati pada tanggal 8 Maret 2019 kemarin justru menjadi hari di mana wanita yang paling berpengaruh dalam hidup saya mengalami sakit. Jadi pada hari Rabu malam tanggal 6 Maret 2019, mama saya (sebut saja Mrs. N) merasa tidak enak badan, rasanya seperti panas dalam dan badan meriang. Akhirnya sebelum tidur, Mrs. N meminum Panadol hijau untuk jaga-jaga.

Tapi esok harinya, di hari Kamis (7 Maret 2019), Mrs. N mengalami demam sekitar 38 derajat Celsius, tekanan darah (tensi) dan heart rate (HR) juga agak tinggi: tensi sekitar 130/90, HR sekitar 112. Kondisi badan Mrs. N juga terasa lemas dan kaku, serta linu di bagian sendi dan tulang. Siang harinya, jari kelingking tangan kiri Mrs. N sempat terasa gatal, kemudian bengkak dan memerah. Perut Mrs. N juga terasa kembung dan kepala terasa cenut-cenut. Setelah sarapan, Mrs. N akan berkeringat banyak kemudian demam menurun hingga sore hari. Kemudian di malam hari, demam mulai naik lagi ke suhu 38 derajat Celsius. Melihat demam yang naik turun, saya curiga apakah Mrs. N terkena DBD atau tipes, mengingat dulu Mrs. N pernah terkena para-tipes. Tetapi saya putuskan untuk menunggu sampai besok. Kalau besok masih demam, baru kami pergi ke dokter. Di hari Kamis itu, Mrs. N tetap meminum Panadol dengan harapan supaya demam turun.

Akan tetapi, di hari Jumat (8 Maret 2019) esok harinya, demam masih belum turun juga. Masih tetap 38 derajat Celsius, tensi dan HR juga masih agak tinggi. Tetapi, rasa lemas dan linu sudah jauh berkurang. Bengkak di jari kelingking juga sudah berkurang, tapi masih sedikit besar dan merah. Akhirnya saya putuskan untuk pergi ke dokter internist langganan di RS Grha Kedoya. Saya memutuskan untuk langsung ke dokter internist langganan karena Mrs. N punya riwayat penyakit yang serius (mengenai penyakit ini akan saya bahas di artikel-artikel selanjutnya). Tujuan saya supaya kami tidak perlu repot menceritakan ulang riwayat penyakit Mrs. N dan obat-obatan yang rutin dikonsumsi Mrs. N.

Setelah sampai di rumah sakit dan mengantri selama beberapa saat, akhirnya kami pun dipanggil masuk ke ruang dokter. Kami menceritakan keluhan yang dirasakan Mrs. N mulai dari hari Rabu malam, termasuk obat yang diminum, serta suhu badan, tensi, dan HR-nya. Kemudian seperti prosedur biasa, dokter melakukan pengecekan tensi, suhu, HR, dan memeriksa bagian perut dan dada menggunakan stetoskop, serta melihat bagian jari kelingking yang masih agak bengkak dan merah. Dugaan dokter adalah demam berdarah (Dengue Fever/DF). Dokter juga bilang bahwa saat itu lagi musim DBD, banyak sekali pasien yang sakit DBD. Lalu, banyak juga yang terkena flu tulang dan flu perut. Soalnya saat itu musim memang lagi tidak jelas, sih. Beberapa hari panas, lalu tiba-tiba hujan, lalu panas terik lagi. Menurut dokter, tensi dan HR yang agak tinggi bisa disebabkan oleh demam.

Setelah itu, dokter memberikan surat pengantar untuk cek darah. Cek darah yang dilakukan, yaitu Darah Lengkap, Dengue NS1 Antigen (untuk DBD), Anti-Salmonella typhi IgM (untuk Tipes), Urine Rutin, Natrium, dan Kalium. Mengapa ada pemeriksaan natrium dan kalium? Karena Mrs. N punya riwayat hiponatremia dimana kadar natrium berada di bawah nilai rujukan. Jadi untuk berjaga-jaga, dokter sekalian melakukan pengecekan terhadap natrium dan kaliumnya. Untuk obat, dokter memberikan resep Sumagesic (berisi Paracetamol 600mg; 3×1 tab setelah makan) untuk obat penurun demam dan Zepazym (enzim untuk lambung; 3×1 tab sebelum makan) untuk mengatasi perut kembung. Dokter juga berpesan agar Mrs. N banyak minum dan tidur di ruangan ber-AC sekitar 26-27 derajat Celsius, yang penting terasa sejuk saja. Di bagian farmasi tempat penebusan resep obat banyak sekali orang yang sedang mengantri. Tempatnya ramai sekali, rupanya banyak yang lagi sakit. Ketika sedang mengantri, saya juga dengar banyak yang menebus obat untuk flu dan demam.

Setelah dari rumah sakit, kami langsung menuju ke Prodia dekat rumah kami untuk melakukan pengambilan darah. Saat mengantri di Prodia, ada 2 orang yang juga mau melakukan pengecekan darah untuk trombosit dan Dengue NS1, yaitu seorang anak kecil yang datang bersama kedua orangtuanya dan seorang ekspatriat bule yang ditemani rekan kerjanya. Mereka juga mengalami demam. Akhirnya tiba giliran Mrs. N untuk diambil darahnya. Saat dilakukan pengambilan darah, tidak seperti biasanya, darah yang keluar tidak lancar. Darahnya kental dan sedikit yang mengalir. Mrs. N juga bilang bahwa ketika ditusuk, rasanya lebih sakit dibandingkan biasanya. Saya pun bertanya kepada petugas kenapa darahnya bisa tidak lancar seperti ini. Kata petugas tersebut ketika seseorang mengalami dehidrasi, pembuluh darah akan mengerut dan tidak elastis, darah juga jadi lebih kental sehingga jadi tidak lancar seperti ini. Pembuluh darah pasien DBD juga lebih rentan pecah.

Karena jumlah sampel darah pada pengambilan yang pertama tidak mencapai batas yang diperlukan, akhirnya petugas memutuskan untuk mengulang proses pengambilan darah. Kali ini menggunakan jarum kapiler untuk bayi yang lebih kecil. Pada pengambilan kedua ini, darah lebih lancar dan jumlah yang didapat juga lebih banyak, memenuhi batas jumlah yang diperlukan. Saat dilakukan pengambilan yang kedua ini, anak kecil yang juga mau cek darah untuk DBD sedang diambil darahnya di ruangan sebelah. Saya pun melihat ke sebelah lewat kaca pembatas karena anak tersebut menangis keras sekali. Sepertinya petugas di sebelah juga kesulitan mengambil sampel darah anak tersebut karena darahnya tidak lancar, padahal sudah menggunakan jarum kapiler bayi. Kemungkinan besar, anak tersebut juga mengalami dehidrasi. Inilah alasan kenapa dokter internist kami berpesan untuk banyak minum.

Setelah selesai proses pengambilan darah, kami pulang ke rumah. Mrs. N mulai meminum obat dari dokter lalu beristirahat. Sore harinya sekitar jam 6 sore, pihak Prodia mengirimkan hasil cek darah. Mrs. N positif terkena DBD dan negatif untuk tipesnya. Untuk hasil darah lengkap: Hemoglobin (Hb) 13.2 (batasnya 11.7-15.5), Hematokrit (Ht) 39.4 (batasnya 35-47), Eritrosit 4.45 (batasnya 3.8-5.2), Trombosit 157 (150-440), Leukosit 2.3 (batasnya 3.6-11). Sedangkan untuk kimia darah: Natrium 123 (batasnya 136-145) dan Kalium 3.8 (batasnya 3.5-5.1). Untuk hasil urine tidak terlalu bermasalah. Jadi untuk Hb, Ht, Trombosit, dan Kalium masih dalam batas normal. Tetapi, Leukosit dan Natrium sudah berada di bawah batas normal.

Hasil cek darah tersebut kami kirimkan ke dokter internist via Whatsapp. Dokter bilang bahwa trombosit masih bisa turun lagi, tetapi selama jumlah trombosit masih di atas 100, masih belum perlu rawat inap. Dokter menambahkan resep untuk kapsul garam 500mg (2×2 cap sehabis makan) supaya kadar Natrium tidak menurun lagi. Karena kalau banyak minum dan banyak buang air kecil, kadar natrium juga bisa menurun. Setelah tahu bahwa Mrs. N terkena DBD, kami pun langsung membeli HIT dan Autan.

Hari Sabtu, 9 Maret 2019, kami pergi lagi ke Prodia untuk melakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan darah rutin. Kali ini langsung menggunakan jarum kapiler dan jumlah sampel darah juga mencukupi, jadi tidak perlu dua kali tusuk. Kondisi Mrs. N sudah lebih bertenaga, tapi saat pagi masih demam, kemudian demam turun saat siang sampai sore hari. Kepala masih kadang-kadang terasa cenut-cenut dan mata terkadang terasa panas dan perih. Bengkak di jari kelingking juga sudah semakin berkurang, tetapi di bagian kaki muncul bintik-bintik merah yang kadang terasa gatal. Bintik-bintik merah ini juga merupakan ciri khas dari penderita DBD. Perut juga masih terasa kembung.

Karena belum punya pengalaman menangani penyakit DBD, kami banyak cari tahu informasi ke kenalan-kenalan. Banyak yang menyarankan jus jambu merah, katanya bagus untuk menaikkan trombosit. Lalu banyak yang menyarankan untuk minum Pocari Sweat untuk mengganti elektrolit tubuh. Jadi, lah, Mrs. N juga minum jus jambu merah dan Pocari Sweat mengikuti saran dari para kenalan. Selain itu, dokter juga menganjurkan untuk minum madu kurma. Langsung, deh, kami cari dan beli madu kurma. Sebenarnya dokter menganjurkan untuk minum madu kurma hanya 1 kali sehari, 1 sendok makan. Tetapi kami memberikan sebanyak 2 kali sehari, masing-masing sebanyak 1 sendok makan, sesuai yang tertera pada botol madu kurma. Bagian tangan Mrs. N tempat penusukan jarum suntik saat pengambilan darah membiru karena pembuluh darahnya pecah. Untuk membantu menghilangkan lebam birunya, kami memberikan thrombophob.

Seperti biasa, sekitar jam 6 sore hasil cek darah kami terima: Hb 13.5, Ht 39.9, Trombosit 137, dan Leukosit 2.2. Trombositnya turun lagi dan sudah berada di bawah batas normal, tetapi jumlahnya masih di atas 100 jadi masih belum perlu rawat inap di rumah sakit. Hasil cek darah kami kirimkan lagi ke dokter via Whatsapp. Malam harinya, Mrs. N sudah tidak demam lagi, suhu badannya sekitar 37 derajat Celsius. Tensi dan HR juga sudah menurun. Saya cukup bersyukur karena paling tidak badan Mrs. N juga sudah tidak lemas dan linu lagi. Kami tetap berdoa supaya besok kondisi Mrs. N bisa lebih baik lagi.

Esok harinya di hari Minggu, 10 Maret 2019, kami melakukan pengambilan darah ke laboratorium RS Grha Kedoya. Karena kalau di Prodia, hasil cek darah untuk Natrium baru bisa keluar esok harinya di hari Senin, sedangkan kami butuh hasilnya di hari yang sama. Setelah pengambilan darah, kami menunggu hasilnya sambil makan siang. Mrs. N juga masih mengkonsumsi jus jambu. Tetapi, kami mengganti Pocari Sweat dengan air kelapa muda karena Mrs. N mengeluh bahwa perutnya terasa makin kembung setelah minum Pocari Sweat. Mulutnya juga terasa asam. Setau saya, tidak hanya Pocari Sweat, jus jambu merah juga sifatnya asam. Akhirnya saya memberikan Mrs. N air Total 8 (pH 8) yang bersifat basa untuk membantu mengatasi perut kembung dan mulut yang terasa asam. Pengalaman saya yang punya sakit maag, meminum Total 8 cukup membantu meringankan rasa kembung. Dan terbukti efektif juga untuk Mrs. N.

Kondisi Mrs. N sudah tidak demam, badan juga terasa segar, sudah seperti orang sehat pada umumnya. Setelah menunggu kurang lebih 1 jam, hasil cek darah pun keluar: Hb 14.2, Ht 40, Leukosit 2.2, Trombosit 118, dan Natrium 127. Ternyata trombositnya turun lagi, tapi masih di atas 100. Leukosit juga turun lagi, tetapi natriumnya sudah mulai naik. Setelah mengambil hasil cek darah, ayah saya sempat berpapasan dengan dokter internist kami. Ayah saya bilang bahwa Mrs. N sudah tidak demam, sudah terlihat sehat, tapi kenapa trombositnya turun lagi. Dokter mengatakan bahwa DBD memang seperti itu siklusnya, orangnya sudah sehat, tapi hasil laboratoriumnya telat. Maksudnya hasil trombositnya akan masih turun sampai nanti tiba waktunya akan naik sendiri.

Lanjut ke esok harinya lagi di hari Senin, 11 Maret 2019. Kami memutuskan untuk melakukan pengambilan darah langsung di RS Grha Kedoya mengingat kalau hasil trombosit hari ini turun lagi di bawah 100, berarti Mrs. N harus langsung di-opname. Seperti hari sebelumnya, setelah pengambilan darah, kami makan siang sambil menunggu hasil cek darah keluar. Mrs. N sudah terlihat sehat dan kami juga santai saja sambil menunggu hasilnya. Hasil cek darah pun keluar: Hb 14.3, Ht 41, Leukosit 2.7, Trombosit 90, dan Natrium 128. Leukosit sudah naik sedikit, tapi trombosit masih turun lagi sampai berada di bawah 100. Natrium sudah naik lagi, tapi masih berada di bawah batas normal.

Kami tidak terlalu kaget melihat hasilnya, namun saya hanya berdoa semoga trombositnya tidak turun terus sampai ke jumlah yang kritis. Hasil cek darah kami kirimkan ke dokter dan setelah dokter confirm untuk rawat inap, kami langsung daftar untuk opname. Untuk masuk UGD saja harus menunggu sampai sekitar 30 menit karena begitu banyaknya pasien yang masuk, betul-betul lagi musim sakit sepertinya. Saat pemasangan infus, perawat juga melakukan pengambilan darah lagi untuk fungsi hati (SGOT & SGPT). Malam itu tidak ada tambahan obat, hanya infus saja. Mrs. N juga dianjurkan untuk tidak terlalu banyak beraktivitas.

Hari Selasa, 12 Maret 2019 sekitar jam 6 pagi, petugas laboratorium datang untuk mengambil darah. Pengecekan darah sama seperti hari-hari sebelumnya, yaitu darah rutin dan natrium. Sekitar jam 8 pagi, dokter internist kami visit dan memperlihatkan hasil cek darah: Hb 13.4, Ht 39, Leukosit 3.7, Trombosit 93, dan Natrium 132. Leukosit sudah naik lagi, natrium juga sudah naik lagi, dan trombosit juga naik 3 poin. Puji Tuhan! Meskipun naiknya sedikit dan semuanya masih di bawah batas normal, tapi trend trombosit sudah mulai baik. Tapi karena naiknya masih sedikit sekali, dokter belum mengizinkan untuk pulang. Dokter menyarankan untuk tetap rawat inap semalam lagi sambil memantau trend trombositnya. Untuk hasil SGOT dan SGPT cukup tinggi, yaitu SGOT 95 (batasnya 15-41) dan SGPT 145 (batasnya 14-54). Kata dokter memang kalau DBD bisa mengganggu fungsi hati, tapi nanti kalau sudah sembuh dari DBD, fungsi hati perlahan-lahan juga akan turun dan kembali normal.

Dokter juga menyarankan agar Mrs. N tidak mengkonsumsi jus jambu merah lagi karena kandungan vitamin C yang sangat banyak kurang baik bagi perut yang kembung, bisa membuat perut jadi tambah mual dan tidak enak. Jadi untuk hari ini dokter memberikan list obat yang baru: Lancid (berisi Lansoprazole, 1×1 cap sebelum makan) untuk lambung dan Hp Pro (3×1 cap setelah makan) untuk fungsi hati. Lalu ada tambahan pemberian vitamin Cernevit Vial secara drip melalui jalur infus sebanyak 1 kali untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Kemudian jika ada demam lagi, bisa minum obat Sistenol (bukan Sumagesic lagi, karena Sistenol lebih baik untuk fungsi hati). Sedangkan untuk gatal di bintik-bintik merahnya bisa mengkonsumsi Incidal. Tapi, dua obat ini sifatnya opsional, hanya jika demam (suhu badan di atas 37.5 derajat Celsius) dan jika gatal-gatal. Tetapi, Mrs. N tidak meminum kedua obat ini karena memang dirasa tidak perlu.

Di hari ini, ada 2 perawat juga yang datang ke kamar untuk melakukan EKG (rekam jantung) atas arahan dokter. Para perawat itu bilang tindakan EKG ini hanya untuk diketahui hasilnya saja oleh dokter, karena untuk pasien berusia 35 tahun ke atas biasanya memang akan dilakukan EKG. Bukan karena ada kecurigaan apa pun yang mengarah ke masalah jantung. Siang harinya Mrs. N juga sempat dikeramas menggunakan jasa salon khusus pasien yang bekerja sama dengan rumah sakit. Maklum sudah beberapa hari kan tidak keramas karena demam. Pasien akan dikeramas dalam posisi tetap berbaring, kemudian di-blow juga, sama persis seperti di salon. Peralatan-peralatan sudah dibawa oleh pihak salon. Pelayanan salon tersebut sangat professional dan hasilnya juga memuaskan.

Selama opname menggunakan infus, ada beberapa kali darah mengalir dari tangan Mrs. N keluar ke dalam selang infus karena posisi tangan yang kurang benar. Kami pun memanggil perawat beberapa kali. Ada seorang perawat yang menjelaskan kepada kami bahwa posisi tangan harus lebih tinggi dari tempat masuknya selang infus supaya darah tidak mengalir keluar. Kalau posisi tangan lebih rendah dari tempat masuknya selang infus, darah akan mengalir keluar karena posisi pembuluh darah jadi lebih tinggi dari tempat masuknya selang infus. Selain itu, tidak boleh ada gelembung udara di selang infus karena jika gelembung udara masuk ke dalam tubuh akan menghambat aliran darah. Jika ada gelembung udara kecil di selang infus sebenarnya tidak masalah karena sekarang ini sudah ada filter gelembung udara pada selang infus. Tapi, kalau kami sih tetap memanggil perawat ketika menemukan ada gelembung udara pada selang infus.

Esok harinya di hari Rabu, 13 Maret 2019, sekitar jam setengah 7 pagi dilakukan pengambilan darah lagi. Kemudian sekitar jam 8, dokter internist melakukan visit. Sayangnya hasil cek darah belum keluar. Tetapi dokter mengatakan bahwa kalau hasil trombositnya sudah naik lagi, maka Mrs. N sudah boleh pulang. Berapa poin pun naiknya. Jadi meskipun hanya 3 poin seperti sebelumnya, Mrs. N tetap sudah boleh pulang. Senang mendengarnya, moga-moga hasil trombositnya hari ini memang naik dibandingkan kemarin. Hasil EKG kemarin juga bagus, tidak ada masalah. Kemudian sekitar jam 9 pagi, hasil cek darah keluar: Hb 13.6, Ht 39, Leukosit 4.8, Trombosit 113, Natrium 132, dan Kalium 3.8. Trombositnya masih di bawah batas normal tapi sudah naik lagi dan jumlahnya sudah lebih dari 100. Bersyukur banget lihat hasil trombositnya. Untuk natrium juga sudah naik lagi, tapi masih 3 poin di bawah standard.

Kemudian kami langsung melakukan proses check-out dari rumah sakit. Seperti biasa, ada proses administrasi yang harus kami lakukan, termasuk melakukan pengecekan invoice biaya opname. Setelah proses pembayaran selesai, lalu giliran perawat menjelaskan obat-obatan yang dibawa pulang dan harus dikonsumsi oleh Mrs. N. Tidak ada perubahan pada list obat. Volume minum Mrs. N dibatasi tidak boleh lebih dari 1 liter supaya natriumnya bisa naik lagi. Akhirnya kami pulang deh ke rumah. Satu minggu kemudian Mrs. N harus melakukan pengecekan darah rutin, natrium, SGOT, dan SGPT lagi, serta kunjungan lagi ke dokter internist.

Lanjut ke hari Minggu, 17 Maret 2019, kami kembali ke rumah sakit untuk pengecekan darah di laboratorium. Hasil cek darahnya: Hb 12.6, Ht 37, Leukosit 5.2, Trombosit 308, SGOT 38, SGPT 84, dan Natrium 132. Puji Tuhan hasil trombosit dan SGOT sudah normal. Tinggal SGPT masih sedikit tinggi dan natrium yang masih stuck di angka 132. Tapi overall, hasilnya sudah bagus. Hari Senin, 18 Maret 2019 kami kembali ke dokter internist. Dokter juga bilang hasilnya sudah oke. Kapsul garam dan obat Hp Pro tetap dilanjutkan. Dan 1 minggu kemudian, di hari Minggu, 24 Maret 2019, Mrs. N kembali melakukan pengecekan darah lagi untuk melihat kadar SGPT dan natriumnya. Hasilnya, yaitu SGPT 32 dan natrium 134. Hasil natrium hanya kurang 1 poin saja dari batas normal. Tapi hasil ini sudah sangat bagus. Tinggal konsumsi kapsul garam diperpanjang selama 1 minggu lagi saja.

Tabel hasil cek darah Mrs. N

Begitulah pengalaman Mrs. N terkena DBD. Informasi lebih lengkap mengenai penyakit DBD bisa dibaca di bawah ini. Semoga bermanfaat!

Apa itu Demam Berdarah Dengue (DBD)?

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi virus dengue. Penyakit DBD tidak menular dari satu penderita ke orang lain. DBD hanya ditularkan melalui gigitan nyamuk saja. Terdapat 4 jenis virus dengue. Ketika seseorang sudah sembuh dari penyakit DBD maka tubuhnya akan membentuk imunitas terhadap jenis virus dengue yang menginfeksinya, tetapi tidak terhadap 3 jenis virus dengue lainnya.

Berbeda dengan penyakit yang disebabkan bakteri, penyakit DBD sama seperti penyakit lainnya yang disebabkan oleh virus, tidak ada obat yang spesifik. Penyembuhan penyakit yang disebabkan virus sangat mengandalkan daya tahan tubuh penderita sendiri (self-healing). Sehingga pengobatan-pengobatan yang diberikan hanya bersifat suportif untuk mengurangi demam dan rasa sakit yang dialami penderita.

Apa saja gelaja DBD?

  • Demam naik turun
  • Nafsu makan menurun
  • Nyeri pada tulang, otot, sendi
  • Perut kembung/nyeri (bisa juga sampai mual, muntah, diare)
  • Kepala terasa sakit atau berat
  • Bintik-bintik merah (terutama di tangan dan kaki, kadang terasa gatal)
  • Mata terasa perih/nyeri
  • Batuk atau nyeri saat menelan
  • Perdarahan (kalau sudah parah atau telat ditangani)

Pada umumnya gejala DBD seperti yang disebutkan di atas. Tapi bukan berarti semua gejala tersebut akan dirasakan oleh setiap penderita. Mrs. N sendiri tidak mengalami semua gejala tersebut. Mrs. N tidak merasa mual, tidak muntah, dan tidak diare. Dan tidak ada rasa nyeri saat menelan dan tidak ada perdarahan. Kepala juga hanya terkadang saja terasa sakit. Jadi jangan langsung merasa takut atau berpikiran buruk ya.

Fase-fase pada DBD via https://deltawhiski.wordpress.com/2010/09/04/dbd-demam-berdarah-dengue/

Berdasarkan gambar di atas, fase demam berada pada hari ke-1 sampai hari ke-3. Sedangkan dari hari ke-4 sampai ke-6 merupakan fase shock/kritis. Pada fase ini biasanya penderita sudah tidak demam sehingga banyak yang mengira bahwa sudah sembuh. Padahal justru pada fase ini biasanya trombosit akan mengalami penurunan. Jika tidak ditangani dengan tepat, penderita akan mengalami perdarahan (mimisan, perdarahan usus, gusi berdarah, dll), ujung tangan dan kaki dingin, wajah pucat, kesadaran menurun, dan kemungkinan bisa tidak terselamatkan jika penanganannya terlambat. Tapi, jika ditangani dengan tepat dari awal, kemungkinan tidak akan terjadi perdarahan hebat dan sejenisnya pada fase kritis ini, seperti kasus Mrs. N ini. Maka dari itu, jika ada yang mengalami demam naik turun, segeralah periksakan diri ke dokter dan lakukan cek darah supaya penanganan pun cepat dan tepat, jangan menunggu sampai berhari-hari.

Mengapa trombosit penderita DBD turun?

Darah terdiri dari beberapa komponen, yaitu plasma darah, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping darah/platelet). Ketika menderita DBD, dinding pembuluh darah menjadi rentan pecah dan mudah ditembus oleh plasma darah. Akibat perembesan plasma darah bisa menyebabkan rasa tidak enak (nyeri/kembung) di perut jika terjadi penumpukan plasma darah di lambung.

Akibat lainnya dari perembesan plasma darah ini ialah meningkatnya kekentalan darah. Inilah alasan mengapa ketika pengambilan darah yang pertama kali, keluarnya darah Mrs. N tidak lancar.  Pengentalan darah ini dapat diatasi dengan mengkonsumsi cairan elektrolit (misalnya Pocari Sweat dan air kelapa muda). Cairan elektrolit dapat membantu mengencerkan darah sehingga oksigen dapat terus dialirkan ke seluruh sel tubuh dan pada akhirnya dapat menghindarkan penderita dari sindrom shock.

Selain itu, perembesan plasma darah secara terus-menerus dapat menyebabkan penurunan jumlah trombosit. Trombosit merupakan komponen darah yang berfungsi dalam proses pembekuan darah ketika pembuluh kapiler pecah. Ketika jumlah trombosit terus menurun sampai tidak dapat menghentikan rembesan plasma akibat bocornya pembuluh kapiler, pada akhirnya bisa terjadi perdarahan. Risiko jika jumlah trombosit kurang dari 60,000 ialah perdarahan. Jika jumlah trombosit kurang dari 20,000, risikonya ialah perdarahan tiba-tiba. Dan jika jumlah trombosit kurang dari 5,000 maka risikonya ialah perdarahan otak. Jumlah trombosit akan semakin menurun drastis ketika terjadi perdarahan hebat.  Meskipun jumlah trombosit menurun, pasien DBD masih dapat diselamatkan dengan asupan cairan dalam jumlah yang cukup. Ketika jumlah trombosit menurun drastis, asupan cairan seperti natrium klorida (NaCl) bisa berperan dalam membantu pasien melewati masa kritis.

Apa saja supplement alternatif untuk penderita DBD?

Ada beberapa supplement alternatif untuk penderita DBD, misalnya jambu biji, air kelapa muda, minuman isotonic (Pocari Sweat), buah kurma, angkak (beras merah).  Meskipun supplement alternatif ini dipercaya dapat membantu menaikkan trombosit, tetapi bukan berarti supplement alternatif ini pasti akan bisa menahan laju penurunan jumlah trombosit. Tapi, tidak ada salahnya mengkonsumsi supplement alternatif ini, karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh juga.

Jadi apa saja yang perlu dilakukan oleh penderita DBD?

  • Segera periksakan diri ke dokter
  • Lakukan cek darah sesuai anjuran dokter
  • Minumlah obat yang diberikan dokter secara rutin
  • Minum air yang banyak
  • Tetap makan yang cukup
  • Istirahat yang cukup, jangan melakukan banyak aktivitas dulu
  • Minum Pocari Sweat atau air kelapa muda
  • Minum/makan jambu biji
  • Konsumsi madu kurma (boleh juga yang sudah plus angkak)
  • Minum air pH 8 (misal: Total 8) jika mulut terasa asam

Last but not least: Jangan dibawa stress, ya! Harus tetap bahagia dan jangan lupa berdoa. Ingat, stress malah akan memperburuk segalanya. Untuk kasus DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) yang dibarengi dengan tipes bisa dibaca di sini.

Disclaimer: Artikel di atas ditulis berdasarkan pengalaman pribadi, dan tidak dimaksudkan sebagai pengganti nasihat dokter ataupun informasi pengobatan.

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai